-->

Suluk dan Jawokan, Karya Sastra Klasik dan Mistis dari Cerbon-Dermayu

Jul 28, 2015
Para Pakar Suluk dan Jawokan dari Cirebon dan Indramayu 

Generasi muda saat ini, mungkin sudah tidak ada yang kenal dengan yang namanya Suluk dan Jawokan. Padahal Suluk dan Jawokan atau sejenisnya merupakan salah satu sastra klasik yang tumbuh dan berkembang di wilayah Cerbon-Dermayu (Cirebon dan Indramayu). 

Untuk melestarikan Suluk dan Jawokan di wilayah Cirebon dan Indramayu, maka pada hari ini (28 Juli 2015) digelar seminar yang membahas mengenai Suluk dan Jawokan sebagai Sastra Klasik yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat Cirebon dan Indramayu di Hotel Grand Trisula Indramayu. 

Pada kesempatan ini hadir beberapa pakar yang terdiri dari dua sesi. Sesi pertama menghadirkan pakar dalam Suluk dan Jawokan dari Cirebon dan Indramayu seperti H. Mansur (Mantan Dalang Wayang), H. Suparma (Dalang), Sulistijo dan Supali Kasim dengan moderator Saptaguna. 

Sedangkan pada sesi kedua menghadirkan nara sumber Kang Ato S (Musisi Tarling), Nurdin M. Noer (Wartawan Senior), Agung Nugroho (Editor) dengan moderator Abdul Aziz, yang mengulas Suluk dan Jawokan serta hal-hal mistis yang terkandung didalam karya sastra kuno tersebut. 

Mungkin banyak yang belum mengerti apa itu Suluk?. Suluk ada dua bagian yakni Suluk Pedalangan, dan Suluk Petarekan. Suluk Pedalangan adalah lagu atau tembang yang banyak digunakan oleh para dalang wayang. Sementara Suluk Petarekan adalah karya sastra yang di dalamnya berisikan ilmu filsafat dalam Islam (tasawuf, tarekat, sufisme). 

Peserta Seminar

Sementara itu Jawokan adalah susunan kata-kata dalam suatu kalimat, terdiri dari satu kalimat atau lebih yang berfungsi sebagai mantra dan doa. Bahkan dalam perkembangannya masyarakat lebih populer mengenalnya dengan sebutan jampi, dan jawokan yang ditujukan dalam hal cinta kasih kepada seseorang sering dikenal dengan kemat. 

Salah satu kemat yang paling populer di wilayah Cirebon dan Indramayu adalah Kemat Jaran Guyang. Berikut bacaan Kemat Jaran Guyang

Niat ingsung arep maca kemat jaran guyang 
Dudu ngemat ngemat tonggo 
Dudu ngemat wong liwat ning dalan 
Sing tak kemat anake bapak .... 
Bocah gembleng kaceluk arane ..... 
Kang demen jelajah desa dilakoni 
Yen lagi turu gage nglilira 
Yen wis nglilir gage jagonga 
Yen wis jagong gage ngadega 
Yen wis ngadeg gage mlayua 
Brengengenga kaya jaran 
Teka welas teka asih atine..... 
Welas teka asih ning badan ingsun 

Tapi keberhasilan kemat tersebut tergantung yang melakukannya. Tidak semua orang bisa melakukannya, biasanya harus mengikuti ritual seperti puasa atau lelaku. 

Maka tidak heran jika Suluk, Jawokan atau sejenisnya mempunyai kemampuan mistis yang kuat dan tidak jarang para leluhur kita bisa memberhentikan aliran sungai hanya dengan membacakan Jawokan yang sudah diberi unsur Islami seperti didahului dengan kata Bismilahi rohmani rohim dan diakhiri dengan lailahailallah.  

Selain Suluk dan Jawokan ada jenis sastra klasik lainnya yang setipe dengan suluk pedalangan yakni Kidung. Keduanya memiliki perbedaan tetapi juga memiliki persamaan. Jika Suluk lebih menekankan sebagai penguat suasana cerita atau suasana batin tokoh wayang, sementara kidung digunakan lebih luas lagi. Kidung adalah doa yang dituangkan ke dalam sastra, baik puisi maupun macapat. Selain itu tidak selamanya kidung ditembangkan, adakalanya dibacakan. 

Keberadaan karya sastra Cirebon dan Indramayu ini diketahui sudah ada sejak aman Hindu-Buda, masa Islam hingga perkembangan hingga saat sekarang. Pembagian Perkembangan sastra Cirebon dimulai pada Masa Cirebon Kuna (Sejak Zaman Hindu Kuno hingga akhir abad ke-16), Masa Cirebon Pertengahan (awal abad ke-17 sampai akhir tahun 1800-an), hingga Masa Cirebon Modern (Sejak tahun 1800-an sampai pertengahan 1900). 

Acara seminar ini sangat menarik karena dihadiri oleh peserta kurang lebih seratus orang yang datang dari berbagai daerah bahkan ada Profesor Michael dari Singapura yang datang pertama kali ke Cirebon dan Indramayu untuk memperlajari karya sastra Cerbon-Dermayu.

Jadi sungguh naif jika orang dari luar negeri saja datang ke Cirebon dan Indramayu untuk mempelajari karya sastra klasik, sementara generasi mudanya tidak pernah mengenal apa itu Suluk, Jawokan, Kidung, Gugon Tuwon dan sejenisnya yang menjadi ciri khas karya sastra Cerbon-Dermayu.

0 komentar:

Post a Comment test