-->

Asal-Usul Desa Cikedung Bagian 2

Feb 11, 2015
Peta Cikedung

Ki Jangkung masih tetap bertempat tinggal di Desa Kesambian, tetapi karena pada saat itu musim kemarau sangat panjang dan jumlah penduduknya semakin bertambah banyak, baik dari kelahiran maupun pendatang baru dari daerah lain. Pada saat itu ada tiga orang pendatang bersma dengan keluarganya : (1) Ki Arsiyah dari Karawang, (2) Ki Ja’i dari Cimalaya dan (3) Raden Suryaningrat dari Cirebon. Karena kemarau panjang tersebut desa kesambian kehabisan sumber air untuk kebutuhan sehari-hari dan lain sebagainya. Akhirnya diputuskan untuk pindah ketempat yang masih banyak sumber airnya. 

Pada saat itu warga mulai pindah ke Pasir Angin (Komplek Pekuburan sekarang), karena ditempat ini masih tersedia sumber air, namun tidak bertahan lama kemudian pindah ke Kalen Tengah. Mulai saat itu Ki Jangkung menempatkan penduduk dengan dikelompok-kelompokan, karena di Kalen Tengah ini banyak terdapat sumber-sumber air yang berupa kedung (telukan sungai yang dalam).

Diceritakan oleh Ki Lebe Salim Cikedung lor yang masih merupakan keturunan dari Kalen Sambi, bahwa Sungai Kalen Tengah dahulunya masih besar lebarnya bisa mencapai 4 meter, menurut penuturannya bahwa warga pada saat itu jika menebang kayu jati atau bambu yang dibuat untuk bahan bangunan mereka mengangkutnya lewan aliran sungai tersebut, diikat dibuat rakit kemudian dihanyutkan. Jadi pantaslah kalen tengah pada dahulunya diburu oleh warga desa Kalen Sambi untuk dimukimi, karena sumber aliran airnya yang cukup. 

Sungai Kalen Tengah ini dari Utara berasal dari Sungai Cibubul dan berujung ke Selatan menyambung dengan Sungai Siwalan di Kedung Kucing. Disetiap tempat kelompok warga ditunjuk seorang tetua untuk memimpinnya dan bertanggungjawab atas kelompoknya. Penempatan warga memanjang mengikuti sungai tersebut dari Selatan sampai ke Utara. 
  1. Kelompok KI JATOK bermukim di lokasi Tambak Suyem dekat SD Karang Dawa Kulon, adapun penyebutan Tambak Suyem itu terkait dengan Proyek Pembuatan Tambak Suyem (nama tokoh setempat) atas perintah Demang Lohbener yang bernama Raden Kartaudara yang menugaskan kepada Kuwu Larangan Raden Mastaka dengan pelaksananya Raden Wirasa, kemudian Raden Wirasa beristri dan beranak-pinak disini (silsilahnya masih bias diketemukan). 
  2. Kelompok KI JANGKUNG bermukim di Kedung Jati/Keramat Jati. 
  3. Kelompok KI ARSIDEM di telukan sungai yang disebut Bojong Lengkong. 
  4. Kelompok KI RASYAN bermukim di Kalen Tangsi Kedung Asem Blok Buyut Rasga. 
Pada suatu hari dipedukuhan baru ini, Ki Jangkung mengumpulkan warga dalam rangka rempugan hal yang dirasa sangat penting yang berkaitan dengan penetapan adat desa. Sehubungan warga pedukuhan ini dari berbagai golongan kepercayaan yang berbeda, Ki Jangkung sebagai sesepuh tentunya sangat berhati-hati dalam menyikapi warganya karena beliau tidak menginginkan perpecahan hanya sebab diakibatkan berbeda agama dan keyakinan. Akhirnya dalam musyawarah itu dicapailah suatu kemufakatan dan dijadikan peraturan atau adat desa yang sampai sekarang ritualnya masih dapat kita jumpai setiap tahunnya pada bulan-bulan tertentu, misalnya ; 
  1. Pedukuhan baru ini diberinama Desa Cikedung, yang berasal dari kata bahasa Sunda Cai yang berarti air dan kedung yang bermakna sumber. 
  2. Perluasan tanah garapan dari Kedung Dadap (Sekarang Dusun Cidadap) sampai ke Kedung Kucing (sebelah Timur Dusun Tarikolot Lor) yang panjangnya ± 10 km dan lebarnya hanya ± 3 km dari Selatan Cidadap sekarang menyelusuri Kalen Tengah, letak Desa Cikedung memanjang. 
  3. Setiap tahun menjelang para petani menggarap lahan pesawahan oleh Ki Jangkung ditetapkan agar mengadakan selamatan terlebih dahulu untuk mengenang arwah para sesepuh yang telah gugur sewaktu terjadi perang Amis. Peristiwa itu terjadi bertepatan pada saat warga pedukuhan mulai menggarap tanah pesawahan dan ladang, kemudian acara ritual itu sampai sekarang disebut Sedekah Bumi. Ritual ini adalah sebagi wujud syukur akan rahmat Allah SWT yang telah menganugrahkan kesuburan pada bumi yang kita diami. 
PEMBERONTAKAN KI BAGUS RANGIN 
Pada bulan Februari 1806 sampai dengan 1812 di daerah Cikedung dan sekitarnya terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Ki Bagus Rangin, Ki bagus Serit, Ki Bagus Kandar, Ki Bagus Jari dan Ki Bagus Jabin dengan para pengikut-pengikutnya yang berjumlah sekitar 500 orang dengan bersenjata lengkap.mula-mula mereka mengajak rakyat dari Bantarjati, Pancar Ipis, Biyawak dan Jatitujuh. 

Atas laporan Nyai Resikjaya dari Bantarjati kepada Dalem Wiralodra, maka segera diambil tindakan untuk mencegah gerakan Ki Bagus Rangin. Atas perintah Dalem Dermayu, maka Ki Patih Astrasuta segera mengumpulkan para prajurit pilihan terus berangkat menuju ke Bantarjati dengan diikuti oleh R. Wiralodra. Setelah sampai di Jatitujuh, mereka langsung membangun pesanggrahan untuk beristirahat. Kemudian pasukan dibagi dua, sekelompok pasukan tetap istirahat bersama Dalem di Jatitujuh, dan yang lainnya melanjutkan perjalanan ke Bantarjati yang dipimpin langsung Ki Patih Astrasuta untuk memeriksa keberadaan pasukan Ki Bagus Rangin. 

Sesampainya di Pesanggrahan Ki Bagus Rangin, Ki Patih memberikan peringatan kepada Ki Bagus Rangin agar jangan meneruskan niatnya untuk menggulingkan Dalem Dermayu. Namun rupaya tekad Ki Bagus Rangin sudah membaja ingin menduduki Dalem Dermayu, yang karena menurutnya sudah tercemari oleh Belanda sehingga pribumi wajib melawan atas kesewenang-wenangan Belanda yang telah menjajah Djawa Dwipa bukan kalah sebaliknya Dalem Dermayu malah berkomplot dengan Belanda. 

Sebagaimana diketahui semenjak suksesi R. Benggala – R. Benggali, pemerintahan Dermayu telah tercampur tangani oleh Belanda. Sehingga semenjak itu Belanda ikut melukiskan sejarah hitam di atas bumi wiralodra ini. Ki Rangin dan kawan-kawan sesungguhnya memusuhi Belanda, namun karena kalah dari segala sisi dengan pasukan Belanda, maka ia bergerilya melawan Belanda dengan cara menentang penguasa-penguasa yang bekerja sama dengan pihak Kompeni. 

Sepertinya peperangan kedua belah pihak tidak dapat dielakan lagi, maka setelah dating gelap peperangan itu berhenti dan pasukan ditarik mundur ke perkemahan masing-masing, namun setelah malam larut pasukan Ki Bagus Rangin menyerang pasukan Ki Patih yang belum menguasai medan pertempuran di Bantarjati itu. Akhirnya Ki Patih dan banyak pasukannya yang gugur karena tipu muslihat perang yang dijalankan oleh lawannya. 

Keesokan harinya R. Wiralodra mendapatkan laporan dari prajurit yang meloloskan diri bahwa Ki Patih dan teman-temannya banyak yang gugur. Atas pertimbangan yang masak demi terjadinya peristiwa itu akhirnya hari itu juga pasukan Dalem Dermayu ditarik mundur dari Jatitujuh pulang kembali ke Dermayu dengan menyandang duka yang mendalam. Ki Bagus Rangin dengan kedua orang putranya yang bernama Ki Bagus Seling dan R. Suralim masih sempat meloloskan diri dan selamat. 

Pasukan Ki Bagus Rangin hampir habis, tetapi mereka masih tetap setia menikuti jejak pemimpinnya akirnya mereka pun dengan cara berangsur-angsur dari meloloskan diri ke daerah Cikedung. Melihat kedatangan rombongan Ki Bagus Rangin, masyarakat Cikedung pun mulai curiga. Namun diantara anggota masyarakat telah mendengar bahwa warga Bantarjati dan sekitarnya banyak yang mengikuti jejak Ki Bagus Rangin. Bahkan salah satu sesepuh Cikedung sendiri ada yang berasal dari sana, yaitu Ki Jatok. 

Akhirnya pasukan pun diterima dengan ramah di Cikedung berdasarkan rasa persaudaraan. Pada suatu hari Pasukan Gabungan Dalem Dermayu, Kesultanan Cirebon, dan Kompeni mengadakan operasi para pemberotak ke daerah Dermayu. Hingga terdengar kabar bahwa gerakan operasi itu akan memasuki Cikedung. Mendengar adanya rencana tersebut kemudian Ki Jangkung menyarankan kepada Ki Bagus Rangin supaya jangan mengadakan perlawanan di dalam desa, karena akan menimbulkan kerusakan dan salah sasaran sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar. 

Ki Bagus Rangin memahami akan hal yang bisa terjadi jika ia tetap bertahan di dalam desa, sehingga ia pun langsung setuju atas anjuran Ki Jangkung tersebut sehingga ia pun segera membawa pasukannya bergerak kearah Barat di bekas Pedukuhan Kesambian yang merupakan cikal bakal desa Cikedung. 

Pada saat itu penduduk sedang bekerja di sawah dan ladangya, melihat barisan pasukan yang lengkap dengan peralatan perang itu merekapun merasa kaget dan ketakutan, tetapi ada juga sebagian warga Cikedung yang ikut bergabung bersama mereka. Tak lama kemudian terjadilah perang diantara kedua kelompok itu, namun kekuatan mereka tidak berimbang lagi sebab Pasukan Ki Bagus Rangin hanya tinggal puluhan orang saja. Akhirnya Ki Ranginpun terpaksa menerapkan taktik perang undur-unduran hanya untuk bertahan saja, tempat peristiwa perang itu ialah diantara pohon asem dan kesambi.

Selanjutnya Pasukan Ki Bagus Rangin mengundurkan diri ke Arah Barat menuju ke daerah Pegaden sementara itu pasukan gabungan pun terus memburu mengadakan pengejaran. Sementara itu desa yang telah ditinggalkan pasukan Ki Bagus Rangin penduduknya ribut dan cemas, sebab diantara warga ada yang ikut dengan mereka. Pihak keluarga pun mencari sanak saudaranya ke bekas pertempuran mereka, namun hanya diketemukan seorang korban yaitu Ki Jatok, yang kemudian dikuburkan di areal pesawahan ditempat Ki Jatok menemukan Keris Ki Marsidem. Tempat itupun sekarang menjadi pemakaman yang disebut Jatok, dan makam Ki Jatok termasuk makam yang dikeramatkan disana.

Suasana Cikedung pun tentunya semakin bertambah sepi atas telah gugurnya Ki Jatok yang telah mereka sepuhkan itu. Namun di desa Cikedung penduduknya semakin bertambah dengan adanya pendatang-pendatang baru. Seorang pendatang yang berasal dari Cilamaya yang bernama Ki Ja’i mengajak teman-temannya membabad hutan Gadung disebelah Utara Cikedung, karena Ki Ja’i berbahasa sunda, maka menyebut hutan itu menjadi “Leuweung (Luwung) Gadung” yang kelak dikemudian hari menjadi desa Lunggadung

Raden Suryaningrat mulai menempati daerah Utara atau sebelah Timur daripada Lunggadung yang kemudian kampung tersebut diberinama “Santri Kolot”. Secara garis besar tentang asal-usul kedua blok atau dusun di desa Cikedung itu dapatlah disimpulkan sebagai berikut : 
  1. Lunggadung, berasal dari hutan yang banyak terdapat ditubuhi Gadung (jenis umbi-umbian). Yang ditempati oleh kelompok Ki Ja’i, iapun disana membuat sumur dengan diberikan ciri tanaman pohon daon, kelak dikemudian hari dikenal dengan “Sumur Daon”. Setelah membuka hutan dan membuat petilasan Dusun Lunggadung, kemudian Ki Ja’i pun berpindah tempat membuat pedusunan lagi seperti ; Lungsemut, Lungkoneng dan terakhir di Lungsalam. Ditempat terakhir inilah akhirnya Ki Ja’i meninggal dan mempunyai keturunan disana. Adapun nama desa-desa tersebut sekarang berada di Kecamatan Terisi
  2. Nama Dusun Santri Kolot yang didiami oleh R. Suryaningrat ini dikemudian hari berubah menjadi Dusun Tarikolot. Adapun mengenai identitas R. Suryaningrat sendiri ia adalah seorang ulama yang berasal dari Cirebon yang mengajarkan Tarekat Satariyah, sanak keturunanya di Cirebon, makamnya ada di Blok Walikukun Dusun Tarikolot Lor
Pada tahun 1885 di desa Cikedung mulai dibuatkan jalan desa untuk memudahkan hungungan antar dusun yang satu dengan yang lainnya, juga supaya para pembesar seperti Demang dan Tuan Tanah mudah masuk ke pelosok desa untuk memungut pajak tanah dengan padi atau beras. Untuk kemajuan desa tersebut akhirnya lambat laun pemerintah kademangan mengangkat wakil di desa dengan tujuan untuk membantu menarik pajak dari masyarakat yang disebut dengan Perintah Desa, adapun kepalanya disebut Carik/Kuwu adapun lamanya jabatan tersebut tidak terbatasi. 

Dengan meningkatnya hasil pertanian dan semakin majunya masyarakat di desa Cikedung maka oleh Demang dan Tuan Tanah di wilayah desa Cikedung dijadikan Onder Distrik. Adapun bekas bangunan kantor dan perumahan Onder Distrik Cikedung sekarang dipakai Bangunan SDN Cikedung I. Kemudian padaa tahun 1935 Kantor Kecamatan Cikedung atas ijin Gubernur pada saat itu dipindahkan ke Karang Asem, Terisi. 

Kemudian kantor Kecamatan Cikedung dipindahkan lagi ke Rajasinga dan kemudian dimekarkan menjadi dua Kecamatan Terisi dan Kecamatan Cikedung, sedangkan banguan Kantor Kecamatan Cikedung baru dipindahkan lagi ke desa Cikedung.  

Pada tahun 1909 desa Cikedung terlintasi oleh pembangunan jalan rel kereta api jurusan Cikampek – Cirebon, disamping itu pula Pemerintah Hindia Belanda membangun jalan-jalan, bendungan irigasi seperti Bendungan Rentang, saluran Cipelang Barat dari Rancajawat, Kecamatan Bangodua dengan melewati wilayah Cikedung sampai ke Kedokan Gabus. 

Perlu diuraikan juga nama-nama Kuwu Cikedung dari tahun 1885 sampai dengan 1945 dalam masa jaman penjajahan :
  1. Renggasih asal dari desa Cibereng 
  2. Masdam – Karangasem 
  3. Warji – Jambak 
  4. Murdana H. Dulkarim – Lunggadung 
  5. Mursad Murkijan – Lunggadung 
  6. Sinar I - Lunggadung
  7. Mardi Talam – Cikedung 
  8. H. Sleman Sinar II - Lunggadung 
  9. H. Sleman Suti – Lunggadung 
  10. Karsad Kusuma – Munjul 
  11. Asmita Karsad pilihan rakyat dari Cikedung 
  12. Waris Sudirdja pilihan rakyat dari Cikedung 
  13. Joyo pilihan rakyat dari Cikedung 
  14. Sarwita Witul pilihan rakyat dari Cikedung
Selesai 


Cerita ini diambil dari Bapak Tarka

0 komentar:

Post a Comment test